Gugatan Hapus Uang Pensiun DPR: MK Diminta Cabut Hak Anggota Dewan

Muncul Gugatan Agar MK Hapus Uang Pensiun Anggota DPR


Mahkamah Konstitusi (MK) kini tengah menghadapi gugatan yang menuntut penghapusan uang pensiun bagi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Gugatan ini diajukan oleh dua warga negara, Lita Linggayani Gading dan Syamsul Jahidin, yang mempertanyakan dasar hukum pemberian pensiun kepada wakil rakyat.

Mereka menyoroti ketidakadilan dalam sistem pensiun yang berlaku saat ini, serta dampaknya terhadap anggaran negara.

Dasar Gugatan: UU Nomor 12 Tahun 1980 Dipertanyakan

Gugatan tersebut secara spesifik ditujukan terhadap Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1980, yang mengatur tentang Hak Keuangan/Administrasi Pimpinan dan Anggota Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara serta bekasnya. Berdasarkan informasi yang diakses dari situs resmi MK pada Rabu, 1 Oktober 2025, pemohon menggugat beberapa pasal dalam undang-undang tersebut, yaitu pasal 1a, pasal 1f, dan pasal 12.

Poin Penting dalam Gugatan

Dalam gugatannya, pemohon mempersoalkan status anggota DPR yang dianggap sebagai anggota Lembaga Tinggi Negara, yang kemudian berhak menerima uang pensiun setelah tidak lagi menjabat. Pemohon berpendapat bahwa aturan yang ada memungkinkan anggota DPR menerima pensiun seumur hidup, meskipun hanya menjabat selama satu periode atau lima tahun.

Perbandingan dengan Profesi Lain

Pemohon menyoroti perbedaan mencolok antara sistem pensiun untuk anggota DPR dengan para pekerja di bidang lain. Mereka menekankan bahwa rakyat biasa harus melalui berbagai persyaratan dan menabung melalui BPJS Ketenagakerjaan atau program pensiun lainnya untuk mendapatkan hak pensiun. Sementara itu, anggota DPR, menurut pemohon, menerima pensiun seumur hidup hanya dengan menjabat selama satu periode.

Perbandingan dengan Lembaga Lain

Gugatan juga membandingkan persyaratan penerima pensiun di lembaga lain, seperti hakim di Mahkamah Agung, Aparatur Sipil Negara (ASN), anggota TNI, Polri, dan Badan Pemeriksa Keuangan. Para pemohon menyoroti bahwa mereka baru berhak mendapatkan pensiun setelah memiliki masa kerja tertentu, mulai dari 10 hingga 35 tahun.

Dampak Anggaran Negara

Pemohon juga menyertakan perhitungan mengenai jumlah penerima pensiun anggota DPR sejak UU Nomor 12 Tahun 1980 diundangkan. Berdasarkan perhitungan mereka, terdapat 5.175 orang anggota DPR RI yang menerima manfaat pensiun sejak tahun 1980 hingga 2025. Total beban yang harus ditanggung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mencapai Rp226.015.434.000 atau sekitar Rp226 miliar.

Tuntutan Pemohon

Pemohon mengajukan beberapa tuntutan kepada MK. Tuntutan utama adalah agar MK mengabulkan permohonan mereka untuk seluruhnya. Selain itu, mereka meminta agar beberapa pasal dalam UU Nomor 12 Tahun 1980 dinyatakan bertentangan bersyarat dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, kecuali jika ada perubahan interpretasi.

Pemohon juga meminta MK untuk memerintahkan pemuatan putusan ini dalam Berita Negara RI. Jika MK memiliki pandangan lain, pemohon memohon agar diberikan putusan yang seadil-adilnya.

Tanggapan DPR RI

Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menanggapi gugatan tersebut dengan menyatakan bahwa DPR akan mengikuti putusan MK. Ia menjelaskan bahwa sistem pensiun anggota DPR telah ada sejak lama, dan DPR akan patuh terhadap keputusan yang diambil oleh MK.

Sikap Anggota DPR Lainnya

Wakil Ketua DPR RI lainnya, Saan Mustopa, juga memberikan tanggapan terkait gugatan tersebut. Ia menegaskan bahwa gugatan yang diajukan merupakan hak warga negara. DPR, kata Saan, menghormati putusan MK dan tidak keberatan jika gugatan tersebut dikabulkan.

Pernyataan ini mencerminkan sikap DPR yang siap menerima keputusan MK, apapun hasilnya, terkait dengan gugatan yang mempertanyakan hak pensiun anggota dewan.

Posting Komentar untuk "Gugatan Hapus Uang Pensiun DPR: MK Diminta Cabut Hak Anggota Dewan"