Kabar buruk dari tambang bawah tanah PT Freeport Indonesia, khususnya di lokasi Grasberg, telah memberikan dampak signifikan pada performa saham PT Aneka Tambang Tbk (Antam). Setelah mengalami kenaikan signifikan sebesar 100% sejak awal tahun 2025, saham Antam terpaksa harus mengoreksi harganya akibat insiden longsor yang berpotensi mengganggu pasokan bahan baku emas.
Dampak Longsor Freeport terhadap Antam
Peristiwa longsor yang terjadi di Grasberg Block Cave, Distrik Tembagapura, Kabupaten Mimika, Papua Tengah, pada 8 September 2025, menjadi perhatian serius bagi investor. Sebanyak 800.000 metrik ton material basah tiba-tiba menggelontor lorong tambang, menyebabkan terhentinya operasi tambang dan berpotensi mengganggu kerja sama antara Antam dan Freeport. Analis Saham dari Kiwoom Sekuritas, Miftahul Khaer, dalam wawancaranya dengan Kompas pada Jumat, 3 Oktober 2025, menilai bahwa longsor ini menjadi faktor negatif bagi bisnis Freeport sekaligus Antam, terutama karena risiko gangguan pasokan bahan baku emas bagi Antam.
Penurunan Harga Saham ANTM
Imbas dari kejadian ini langsung terasa pada kinerja saham Antam (ANTM) di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dalam sebulan terakhir hingga Jumat, 3 Oktober 2025, saham ANTM mengalami penurunan sebesar 8,6%, dengan harga terakhir mencapai Rp 3.180. Penurunan ini menjadi perhatian karena terjadi setelah saham Antam menunjukkan performa yang sangat baik di awal tahun 2025.
Ketergantungan Pasokan dan Dampak Jangka Panjang
Gangguan operasional Freeport tidak hanya berdampak pada harga saham Antam, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran akan pasokan emas murni bagi Antam. Analis Infovesta, Ekky Topan, mengungkapkan bahwa masalah ini berpotensi menurunkan volume pengolahan dan penjualan emas Antam dalam jangka pendek. Ketergantungan Antam terhadap impor emas, yang menjadi mayoritas produksi saat ini, semakin memperparah situasi ini.
Upaya Antam dan Potensi Pemulihan
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Tri Winarno, pada Kamis, 2 Oktober 2025, menyatakan bahwa Antam telah menjalin kerja sama dengan PT Freeport Indonesia (PTFI) sejak awal tahun 2025. Kerja sama ini mencakup penyerapan produksi tambang emas PTFI sebanyak 30 ton per tahun. Namun, dengan adanya longsor, kerja sama ini menjadi terhambat.
Prospek dan Tantangan ke Depan
Presiden Direktur PTFI, Tony Wenas, pada 2 Oktober 2025, mengatakan bahwa Freeport menghentikan seluruh operasi di Grasberg dan berharap proses evaluasi dapat selesai dalam waktu kurang dari seminggu. Direktur Utama Antam, Achmad Ardianto, dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi VI DPR RI pada Senin, 29 September 2025, mengakui bahwa kerja sama dengan Freeport belum berjalan mulus. Antam sendiri menargetkan dapat menyerap 9 ton emas batangan dari PTFI di Gresik, Jawa Timur, sejak April hingga akhir 2025.
Target Produksi Emas Antam
Antam memprediksi penjualan emas pada 2025 dapat mencapai 45 ton, meningkat dari 43,7 ton pada 2024 dan 26 ton pada 2023. Penjualan emas menyumbang sekitar 84% dari pendapatan perseroan. Namun, produksi emas Antam sendiri dari tambang hanya sekitar 1 ton per tahun, dengan tambahan sekitar 2,5 ton dari produksi ulang emas yang dibeli dari masyarakat. Tantangan terbesar Antam adalah keterbatasan pasokan emas domestik. Achmad Ardianto menekankan bahwa potensi produksi emas di dalam negeri dari penambang rakyat dan perusahaan besar legal bisa mencapai 90 ton per tahun, namun belum ada aturan yang mewajibkan mereka mengutamakan pasar dalam negeri.
Perkiraan Waktu Pemulihan
Analis memperkirakan tekanan pada saham Antam dapat berlanjut hingga awal 2026, karena Freeport baru merencanakan pemulihan operasional bertahap di paruh pertama tahun depan. Pembersihan longsor lumpur masih berlangsung dan diharapkan selesai secepatnya. Namun, dampak dari insiden ini akan terus menjadi perhatian utama bagi investor dan pelaku pasar dalam beberapa waktu mendatang.
Posting Komentar untuk "Longsor Freeport: Saham Antam Anjlok, Memicu Kekhawatiran Investor"